Pengertian Rukun Iman
Dari segi bahasa, iman artinya kepercayaan. Sedang jika ditilik dari istilah syara’, iman yaitu mempercayai atau meyakini dengan hati, mengucapkan lewat lidah dan mengamalkannya lewat perbuatan. Rukun sendiri artinya landasan atau dasar. Maka rukun iman yaitu landasan atau dasar kepercayaan. Di dalam agama islam ada enam rukun iman, jika kita tidak mengimani salah satu darinya maka kita bukanlah orang islam. Termaktub dalam Al-qur’an surat Annisa ayat 59:
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul Nya, dan ulil amri diantara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilkanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya."
Selain ayat Al Quran di atas, ada pula sebuah Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada nabi.
"“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para rasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” ...Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga nabi bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, ”Allah dan rasulNya lebih mengetahui,” Dia bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”"— HR Muslim
Dari ayat dan hadits jibril tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kita mengakui sebagai orang islam, maka kita harus mempercayai semuanya, tidak dapat memeprcayai salah satunya saja. Kalau kita mengaku beriman kepada Allah maka kita juga harus percaya kepada rasul, malaikat, kitab Allah, hari kiamat, dan takdir. Mengapa kita perlu memupuk keimanan kita tersebut? Karena hanya dengan memupuk rasa keimanan, kita dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya secara sempurna. Berikut ini 6 rukun iman yang harus kita yakini:
#1. Iman kepada Allah
Rukun iman yang paling utama dan pokok dari keimanan seseorang tentu saja iman kepada Allah. Beriman kepada Allah meliputi beberapa hal berikut ini;
Beriman kepada wujud Allah
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath Thur: 35)
Sebagai manusia tentu saja kita sadar kita adalah makhluk yang memiliki pencipta. Dari sinilah kita harus mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan kita. Kita harus meyakini keberadaan Allah meski kita tidak bisa melihat wujudNya secara langsung, namun lewat air, udara, angin dan segala hal yang Dia ciptakan kita bisa meyakini bahwa Allah ada.
Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamiin
Selain meyakini bahwa wujud Allah itu ada, maka kita juga harus beriman bahwa Allah adalah Maha Pencipta, Pengatur, dan Penguasa alam semesta. Lebih dari semua itu Allah adalah Pemberi rezeki, kita tidak perlu takut kekurangan karena Allah akan selalu mencukupi. Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamin, disebut juga beriman kepada rububiyyah Allah.
Beriman bahwa Allah adalah Al Ilaah (Al Ma’buud bihaqq)
Istilah ini disebut juga beriman kepada uluhiyyah Allah. Maksudnya kita harus meyakini bahwa segala peribadatan yang kita lakukan hanyalah untuk Allah semata. Bahwasanya Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah.
Beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-Nya
Selain meyakini bahwa Allah ada, dan beribadah hanya kepadaNya, kita juga harus mengimani nama dan sifat-sifat Allah yang bisa kita pelajari melalui Al Quran dan As Sunnah. Nama dan sifat-sifat Allah tentu saja istimewa dan berbeda dengan makhluk-makhluk-Nya.
#2. Iman kepada Malaikat Allah
Setelah meyakini dan mengaku beriman kepada Allah, maka rukun iman yang kedua yaitu meyakini keberadaan malaikat. Malaikat merupakan makhluk ghaib ciptaan Allah yang selalu tunduk dan patuh pada semua perintah dan laranganNya. Malaikat tidak memiliki akal dan hawa nafsu. Allah menciptakannya dari cahaya dan bentuknya tentu saja berbeda dengan manusia.
Salah satu bentuk perintah Allah kepada hambaNya untuk mengimani malaikat bisa kita baca di Al Quran surat Al Anbiya 19-20:
Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.
Dari ayat tersebut kita juga harus memahami bahwa beriman kepada malaikat meliputi mengimani wujud mereka, mengimani sifat mereka dan mengimani tugas-tugas mereka.
Allah memiliki malaikat dalam jumlah yang banyak, ada 10 malaikat yang kita telah tahu nama dan tugasnya, namun di luar 10 malaikat itu kita hanya perlu meyakini bahwa mereka ada untuk menjadi tangan kanan Allah SWT.
Adapun kesepuluh malaikat yang perlu kita ketahui, yaitu;Jibril: memiliki tugas sebagai pembawa wahyu. Mikail: tugasnya adalah menurunkan hujan untuk membasahi bumi. Israfil: ketika nanti hari kiamat datang, tugasnya adalah meniup sangkakala sebagai pertanda. Izrail: malaikat ini selalu hadir untuk mencabut nyawa. Mungkar: memiliki tugas untuk memeriksa dan menanyakan mayit di dalam qubur. Nakir: sama dengan Mungkar ia juga memiliki tugas untuk memeriksa dan menanyakan mayit di dalam qubur. Raqib: memiliki tugas untuk mencatat amal kebaikan. Atid: memiliki tugas untuk mencatat amal keburukan. Malik: tugasnya sebagai penjaga pintu neraka. Ridwan: tugasnya sebagai penjaga pintu syurga.
#3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Firman Allah diturunkan kepada beberapa rasul dalam bentuk suhuf (lembaran-lembaran yang berisi wahyu). Oleh karenanya jika kita mengaku beriman kepada Allah, maka kita wajib mengimani kitab-kitab Allah yang berisikan firman-firmanNya. Semua kitab Allah berisikan pedoman dan petunjug bagi umat Islam agar kita tidak tersesat dalam mengarungi kehidupan di dunia dan bisa selamat meraih kehidupan akhirat.
Beriman kepada kitab Allah artinya kita harus yakin bahwa kitab tersebut benar-benar diturunkan Allah dan bukan buatan manusia. Selain yakin bahwa semua kitab adalah wahyu Allah, kita juga harus membenarkan bahwa semua berita yang dibawa oleh Al Quran murni dan belum dirubah. Kita memang meyakini bahwa Taurat pernah diturunkan kepada Nabi Musa AS, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS dan Injil diturunkan kepada Nabi Musa AS, namun yang paling terpenting kita harus meyakini bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah kitab Allah terakhir yang membenarkan dan melengkapi kitab-kitab sebelumnya.
Setelah Al Qur’an diturunkan, maka kitab-kitab sebelumnya sudah mansukh (dihapus) dan tidak bisa diamalkan lagi; yang diamalkan hanya Al Qur’an saja atau hukum yang dibenarkan oleh Al Qur’an saja, sebagaimana termaktub dalam surat Al Maidah: 48;
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu"
#4. Iman kepada Para Rosul Allah
Rasul adalah utusan Allah untuk memberi peringatan dan mengajak manusia ke jalan yang benar agar selamat dunia dan akhirat. Rasul sendiri adalah manusia-manusia pilihan yang tidak memiliki sifat rububiyyah (mencipta, mengatur dan menguasai alam semesta). Mereka tidak mengetahui yang ghaib dan tidak mampu mendatangkan manfaat atau pun menolak madharrat (bahaya). Allah Ta’ala menyuruh Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan pemimpin para rasul dan rasul yang paling tinggi kedudukannya untuk mengatakan:
“Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik manfaat bagi diriku dan tidak pula menolak madharrat kecuali yang diikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku banyak memperoleh manfaat dan sedikit pun aku tidak ditimpa madharrat. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al A’raaf: 188)
Allah memilih rasul dan nabi dari kalangan manusia tentu saja memiliki alasan yang tepat. Rasul dan nabi merupakan utusanNya untuk mengajak manusia ke dalam kebenaran, jika Allah mengutus malaikat sebagai Rasul dan nabi, bagaimana kita mampu mengikutinya? Sedangkan malaikat tidak tidur, tidak makan, tidak minum, tidak menikah. Allah memilih rasul dan nabi dari kalangan manusia tentu agar kita lebih mudah meyakini dan mengikutinya.
Seringkali kita dibuat bingung apa perbedaan rasul dan nabi. Rasul adalah orang yang mendapat wahyu dengan membawa syari’at yang baru, sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah dengan membawa syari’at rasul yang datang sebelumnya.
Beriman kepada rasul Allah meliputi; kita harus meyakini bahwa semua yang mereka sampaikan adalah firman Allah, mengimani rasul Allah harus secara keseluruhan, jika kita mengingkari salah satunya maka itu artinya kita ingkar kepada semua rasul. Kita harus mengimani semua rasul, baik yang telah diberitahukan nama-namany ataupun yang tidak kita ketahui namanya. Mengimani rasul Allah juga wajib untuk membenarkan berita mereka yang shahih, dan mengamalkan syariat rasul yang diutus kepada kita.
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para rasul. Oleh karenanya tidak ada lagi nabi setelahnya.
#5. Iman kepada Hari Akhir
Mengimani hari akhir artinya kita percaya bahwa hari kiamat pasti datang. Jika kita meyakini hari kiamat pasti datang di mana pada saat itu hadir maka manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar dan akan ditimbang semua amalan serta perbuatan yang telah dilakukan di dunia, masihkah kita bermalas-malasan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya?
Jika kita sudah benar-benar yakin kiamat pasti datang, tentunya kita tidak akan punya waktu untuk melakukan hal-hal yang buruk dan mempersiapkan hal terbaik demi selamat dunia dan akhirat.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Anbiya 104; (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Beriman kepada hari akhir juga meliputi bahwa kita mengimani tentang adanya Fitnah kubur, azab kubur dan nikmat kubur, Ba’ts (kebangkitan manusia), Hasyr (pengumpulan manusia), bertebarannya catatan amal, Hisab (pemeriksaan amal), Mizan (timbangan), Haudh (telaga), Shirat (jembatan), syafa’at, surga, neraka dan sebagainya. Selain itu juga kita perlu mengimani tanda-tanda hari kiamat, seperti keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, keluarnya Ya’juj-Ma’juj, dan terbitnya matahari dari barat. sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits;
“Sesungguhnya kiamat tidak akan tegak sampai kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan sebagai berikut, “Adanya Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah (binatang melata), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa putera Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, adanya tiga khasf (penenggelaman bumi) di timur, di barat, dan di jazirah Arab, dan yang terakhir dari semua itu adalah keluarnya api dari Yaman menggiring manusia ke tempat berkumpulnya.” (HR. Muslim)
#6. Iman kepada Qada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar yaitu bahwa kita harus meyakini dan percaya bahwa semua yang berlaku dalam alam ini merupakan ketentuan dan ketetapan Allah SWT. Maksudnya kita wajib untuk mengimani bahwa semua yang telah Allah takdirkan, apakah itu kejadiannya baik atau buruk maka itu semua bersumber dari Allah SWT. Sesuatu yang baik untuk kita belum tentu baik di mata Allah, begitu juga sesuatu yang buruk untuk kita belum tentu baik di mata Allah, karena Allah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Allah juga maha mengetahui semua kejadian baik yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang belum terjadi, Bahkan Allah pun mengetahui seandainya kejadian yang tidak terjadi benar-benar terjadi, maka Allah mengetahuinya bagaimana itu terjadi.
Jika kita yakin pada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, maka kita pasti mengimani bahwa Allah selalu berbuat adil dalam qadha’ dan qadar-Nya. Semua yang ditaqdirkan-Nya pastinya mengandung hikmah yang sempurna, mungkin kita tidak mengetahuinya namun Allah mengetahui dengan pasti. Keburukan memang termasuk ke dalam ciptaan Allah, namun Allah tidaklah menciptakan keburukan jika tidak ada maslahat, keburukan dari sisi buruknya tidak bisa dinisbatkan kepada-Nya. Kita harus meyakini bahwa keburukan itu hadir sebagai bentuk keadilan, kebijaksanaan, dan sebagai rahmat/kasih-sayang-Nya.
Allah tidak pernah memaksa hamba-hambaNya, bahkan mereka memiliki hak untuk memilih. Oleh karenanya Allah telah menciptakan kemampuan dan iradah (keinginan) untuk hamba-hamba-Nya, di mana ucapan yang keluar dan perbuatan yang dilakukan sesuai kehendak mereka,
Manusia memiliki kehendak dan kemampuan, yang bisa membuatnya memutuskan untuk berbuat sesuatu atau tidak. Dengan kehendak dan kemampuannya, manusian juga bisa membedakan antara hal yang terjadi dengan keinginannya, seperti berjalan, dengan yang tidak diinginkannya, seperti bergemetar. Namun kehendak dan kemampuan seseorang tidak akan melahirkan ucapan atau perbuatan kecuali Allah menghendaki dan mengizinkannya terjadi. Ucapan atau perbuatan bisa jadi terwujud, namun hal tersebut tidak selalu dicintai Allah.
Beberapa ayat yang bisa membantu kita mengimani qada dan qadar, antara lain;
At Talaq: 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
At Takwir: 29
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Az Zumar: 62
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.
Abu Hurairah menyampaikan dalam sebuah hadits;
“Iman itu ada 70 atau 60-an cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘la ilaha illallah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu (juga) merupakan bagian dari iman.” — HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35.
Melalui hadits tersebut bisa kita simpulkan bahwa ‘syahadat’ menunjukkan bahwa iman harus diucapkan lewat lisan. Menyingkirkan duri dari jalan menunjukkan bahwa iman harus diamalkan dengan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus diperkuat dengan keyakinan dalam hati.
Maka jika kita mengaku sebagai orang mukmin dan muslim, maka kita wajib mengimani enam rukun iman dan melaksanakan lima rukun islam beserta syariat-syariat lainnya. Iman tidak hanya meyakini dalam hati dan mengucapkan lewat lisan, perlu adanya pembuktian lewat amalan dengan anggota badan. Tanpa adanya amalan, meskipun ada keyakinan dan ucapan, orang tersebut tidaklah akan disebut beriman.