Saturday, September 21, 2019

Sejarah fatwa jihad nu

GENERASI MUDA NU WAJIB TAU...!!!

73 tahun silam di Hari Esok Ada Fatwa Jihad Yg di Komandani Hadrotus Syaikh Hasyim Asyari , fatwa Jihad merupakan pintu masuk adanya Resolusi Jihad
--------------------------------
17 Agustus 1945
Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.

31 Agustus 1945
Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Armgard.

17 September 1945
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.

19 September 1945
Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasuuuuuuuuuuuuuukan Belanda dan para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya tertinggal Merah Putih.

23-24 September 1945
Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.

25 September 1945
Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan.Diputuskan pimpinan Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat (Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat).

5 Oktober 1945
Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR setempat.

15-20 Oktober 1945
Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang belum menyerah dengan para pejuang.

21-22 Oktober 1945
PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22 Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.

25 Oktober 1945
Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS. Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil Administration).

26 Oktober 1945
Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.

27 Oktober 1945
Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya.

28 Oktober 1945
Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.

29 Oktober 1945
Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS, dan Kantor Kawedanan. Kesatuan Hizbullah dari Sepanjang bersama TKR dan Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun Kereta Api Trem OJS Joyoboyo.

29 Oktober 1945
Perwira Inggris Kolonel Cruickshank menyatakan pihaknya telah terkepung. Mayjen Hawtorn dari Brigade ke-49 menelpon dan meminta Presiden Soekarno agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga, dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno didampingi Wapres Mohammad Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan situasi perang.

30 Oktober 1945
Genjatan senjata dicapai kedua pihak, Laskar arek-arek Surabaya dan pasukan Sekutu-Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan, pasukan Inggris mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp Interniran), dan mengakui eksistensi Republik Indonesia.

30 Oktober 1945
Sore hari usai kesepakatan genjatan senjata, rombongan Biro Kontak Inggris menuju ke Gedung Internatio yang terletak disaping Jembatan Merah. Namun sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai kesepakatan genjatan senjata. Hingga akhirnya terjadi ketegangan yang menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjen Mallaby tertembak dan mobilnya terbakar.

31 Oktober 1945
Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan diri maka pihaknya akan mengerahkan seluruh kekuatan militer darat, udara, dan laut untuk membumihanguskan Surabaya.

7-8 November 1945
Kongres Umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pasca ultimatum AFNEI.

9 November 1945
Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah menginstruksikan Laskar Hizbullah dari berbagai penjuru memasuki Surabaya untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan satu sikap akhir, menolak menyerah. KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu Kiai Abbas antara lain Kiai Wahab (KH. Abd. Wahab Hasbullah), Bung Tomo (Sutomo), Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH. Mas Mansur), dan Cak Arnowo (Doel Arnowo).Bung Tomo melalui pidatonya yang disiarkan radio membakar semangat para pejuang dengan pekik takbirnya untuk bersiap syahid di jalan Allah SWT.

10 November 1945
Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI. Inggris mengerahkan 24.000 pasukan dari Divisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21 tank Sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta untuk mendukung pasukan mereka di Surabaya. Perang besar pun pecah. Ribuan pejuang syahid. Pasukan Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar-kacir dan berhasil menembak jatuh tiga pesawat tempur RAF Inggris. ....

Sumber: Mukafi Niam, NU Online.

Friday, September 21, 2018

Akhlak ortu ke anak

Assalamualaikum wr wb

Mari kita amalkan 10 tips mendo'akan agar memiliki anak-anak yang sholeh .... terutama tips no 6...

1. Kalau tiba-tiba teringat pada anak, kirimkan bacaan Al Fatihah. Sampai ke ayat "Iyyakanakbudu waiyyakanastain" ("Hanya kepada Mu kami menyembah dan hanya kepadaMU kami memohon pertolongan."), mintalah apa-apa hajat saat itu yang ada hubungannya dengan anak yang kita ingat saat itu, habiskan bacaan surah Al Fatihah doakan semoga anak kita diberi kepahaman yang sebenarnya dalam urusan agamanya, memiliki ilmu yang bermanfaat dan serahkan urusan anak kepada Allah untuk menjaganya.

2. Pandang wajahnya saat dia tidur, ucapkan...."Ibu mau (nama anak) jadi anak yang sholeh, sayang..."
Coba amalkan (seperti kata Ustadz, kata-kata ini bermakna kita bercakap dengan rohnya)
dan ucapan ini adalah DOA, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

3. Bangun shalat malam, shalat lah disisinya. Maksudnya kita shalat dalam kamar dia dan dekat dengan ananda. Jika Kita sering melakukannya dan kita juga selalu beritahu dia bahwa kita sering doakan dia, dia akan merasakan satu ikatan kasih sayang yang hakiki yang kita sangat sayang pada dia dan mau dia jadi anak yang sholeh. Dia akan tahu kita selalu shalat hajat untuknya.

4. Minta dikasihani. Ucapkan setiap saat bahwa kita ini sedang menunggu panggilan Allah. Jika dia tidak jadi anak sholeh bermakna dia tidak sayang kita dan tentunya kita akan merana di Alam Barzah nanti.

5. Peluklah anak selalu walaupun dia sudah besar, sebagaimana kita sayang dia saat kecilnya. Aura ciuman dan belaian Ibu sambil bisikkan padanya bahwa kita bangga mempunyai anak sepertinya.

6. Maafkan anak kita setiap waktu walaupun perbuatannya amat melukai hati kita. Muhasabbah diri, mungkin kesalahan yang anak kita lakukan itu adalah karena dosa-dosa kita dimasa lalu.

7. Yang paling penting jaga tutur kata kita, jangan sekali-kali ucapkan perkataan yang bisa melukai hatinya. Jika ini terjadi juga karena kita khilaf, cepat-cepat cari waktu yang sesuai untuk kita minta maaf padanya. Mengakulah padanya itu kelemahan kita, kita marah karena dia berbuat salah, bukan bermaksud membenci.

8. Amalkan membaca ayat 40 Surah Ibrahim supaya kita, anak kita dan keturunan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang tetap mendirikan sholat.
(Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat,
Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku)

9. Selalu ingatkan anak bahwa tak guna ada pangkat, belajar tinggi, harta, hafal Quran sekalipun...jika tidak mempunyai akhlak yang mulia. Allah tidak melihat wajah yang cantik tapi melihat hati yang cantik.

10. Saat mencuci beras niatkan... "Ya Allah...lembutkanlah hati anak-anakku, sebut nama anak kita.....untuk paham agamanya..... (kenapa kita mau dia paham agama, karena anak yang tak paham agama akan bawa orangtuanya juga ke neraka).... seperti engkau lembutkan beras ini menjadi nasi ".
Cuci beras lawan arah jam (putar kekiri seperti orang thawaf ) sambil sholawat kepada Nabi Muhamad saw.
Hati jangan lalai saat melakukannya, dan ingat kepada Allah selalu.

Sunday, April 1, 2018

Taklid terhadap guru

OJO NGERASANI GURUMU DAN PAKSALAH DIRIMU BERSIKAP DAN BERAKHLAK SEBAIK MUNGKIN PADA GURUMU, MESKIPUN ITU BERAT

Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan seorang murid yang tak menjaga akhlak pada gurunya, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali

A. KH. ABDUL KARIM MENERIMA GURUNYA; MBAH KHOLIL APA ADANYA SERTA TUNDUK PATUH TAK BERANI SUUDZON

Syaikhina KH. Abdul Karim, Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, semasa beliau mengaji kepada Syaikhina Kholil Bangkalan, beliau adalah murid yang sangat ta’dhim dan khidmah kepada gurunya.

Alkisah, suatu hari Mbah Abdul Karim muda bekerja memanen padi di sawah milik warga kampung sekitar Pesantren. Dari sana beliau mendapatkan upah berupa beberapa ikat padi yang bakal digunakannya untuk biaya hidup di Pesantren. Namun, sesampai di kediaman sang guru (Mbah Kholil), justru Mbah Kholil meminta padi muridnya itu untuk diberikan kepada ayam-ayam Mbah Kholil. Karena ini dawuh sang guru, KH. Abdul Karim langsung menyerahkan padinya. Ia didawuhi Mbah Kholil untuk selama mondok cukup memakan daun pace (mengkudu).

Demikianlah kisah mondoknya Mbah Abdul Karim, sehingga akhirnya beliau diijinkan sang guru untuk boyong, karena semua ilmu Mbah Kholil telah diwariskan kepadanya. Sesampai di kampung halaman, Mbah Abdul Karim mulai merintis Majlis Ta’lim, hingga akhirnya berdirilah Pondok Pesantren Lirboyo. Mbah Abdul Karim mengajarkan ilmu yang ia timba dari kedalaman samudera ilmu Mbah Kholil.

B. PASRAH BONGKOKAN PADA AJARANYA GURU

Satu hal yang unik, setiap membacakan (mengajar) kitab di depan para santri, ketika beliau bertemu dengan ruju’ (tempat kembalinya maksud dari sebuah kata), beliau tidak pernah menyebutkan ruju’nya secara gamblang. Beliau menyebutkan dengan "iku mau" atau "mengkono mau" (yang tadi atau “sebagaimana tadi”). Tentu ini membingungkan bagi para santri baru. Hingga pernah suatu ketika pada saat pengajian bulan Ramadhan, atau dikenal dengan istilah "posonan", seorang santri dari luar daerah mengikuti pengajian Mbah Abdul Karim. Karena setiap mengajar kitab, Mbah Abdul Karim jarang menjelaskan ruju’annya. Santri baru ini ‘nggerundel’; “Ini bagaimana, katanya seorang kyai ‘alim, kok setiap ada ruju’an tidak pernah dijelaskan?”, gumamnya dalam hati.

Dengan izin Allah, Mbah Abdul Karim ‘perso’ (mengetahui) perihal keluhan sang santri ini. Di tengah suasana mengaji, Mbah Abdul Karim dhawuh; “Laa ya’rifu al dhomir illa al dhomir, fa man lam ya’rif al dhomir fa laisa lahu al dhomir” (tidak akan pernah mengetahui makna dhomir kecuali hati (dhomir), maka apabila seseorang tidak mengetahui dhomir, itu artinya dia tidak punya hati). Lalu beliau menjelaskan kepada para santri, bahwa demikianlah (dengan tidak menjelaskan ruju’nya dhomir) pengajian yang diajarkan oleh gurunya, Mbah Kholil. Sehingga ketika mengajar kepada santrinya, Mbah Abdul Karim tidak berani mengubah apa yang diajarkan sang guru kepadanya.

C. OPENONO AKHLAKMU MARANG GURUMU

Kesuksesan murid (peserta didik) dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat, tidak hanya ditentukan oleh lembaga pendidikan, metode mengajar guru, atau sarana prasarana fisik dalam belajar, tapi yang paling dominan justru ditentukan oleh akhlak murid (peserta didik) kepada guru (pendidik).

Al Imam an Nawawi ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanan dan berdoa, " Ya Allah, tutuplah dariku dari kekurangan guruku, hingga mataku tidak melihat kekurangannya dan tidak seorangpun yg menyampaikan kekurangan guruku kepadaku ". (Lawaqih al Anwaar al Qudsiyyah : 155)

Al Imam an Nawawi juga pernah mengatakan dalam kitab At Tahdzibnya :

عقوق الوالدين تمحوه التوبة وعقوق الاستاذين لا يمحوه شيء البتة

"Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada ustadzmu tidak ada satupun yg dapat menghapusnya".

Al Habib Abdullah al Haddad mengatakan " "Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali ". (Adaab Suluk al Murid : 54)

D. OJO KAKEHAN TAKON, LAN OJO GAMPANG NJALUK IJAZAHAN ATAUPUN AMALAN

Al Habib Abdullah al Haddad juga berkata: "Tidak sepatutnya bagi penuntut ilmu mengatakan pada gurunya, " perintahkan aku ini, berikan aku ini !", karena itu sama saja menuntut untuk dirinya. Tapi sebaiknya dia seperti mayat di hadapan orang yg memandikannya ". (Ghoyah al Qashd wa al Murad : 2/177)

Dikisahkan, bahwa seorang murid sedang menyapu madrasah gurunya, tiba-tiba Nabi Khidlir mendatanginya. Murid itu tidak sedikitpun menoleh dan mengajak bicara Nabi Khidlir. Maka Nabi Khidhir berkata, " Tidakkah kau mengenalku ?. Murid itu menjawab, " ya aku mengenalmu, engkau adalah Abul Abbas al Khidhir ".
Nabi Khidhir, " kenapa kamu tidak meminta sesuatu dariku ?".
Murid itu menjawab, " Guruku sudah cukup bagiku, tidak tersisa satupun hajat kepadamu ". (Kalam al Habib Idrus al Habsyi : 78)

Para ulama ahli hikmah mengatakan, " Barangsiapa yang mengatakan " kenapa ?" Kepada gurunya, maka dia tidak akan bahagia selamanya ". (Al Fataawa al Hadiitsiyyah : 56)

Al Imam Ali bin Hasan al Aththas mengatakan :

ان المحصول من العلم والفتح والنور اعني الكشف للحجب، على قدر الادب مع الشيخ وعلى قدر ما يكون كبر مقداره عندك يكون لك ذلك المقدار عند الله من غير شك

" Memperoleh ilmu, futuh dan cahaya (maksudnya terbukanya hijab-hijab batinnya), adalah sesuai kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu ".(al Manhaj as Sawiy : 217)

Para ulama ahli haqiqat mengatakan, "mayoritas ilmu itu diperoleh sebab kuatnya hubungan baik antara murid dengan gurunya".

E. GURU IKU TERMASUK WONG TUWO ING DUNYO LAN AKHIROT,
MERGO GURUMU NAFAQOHI RUH-MU DENGAN ILMU AGAMA.

Di dunia kita harus tunduk dan patuh, dan di akhiratpun status mereka tetap sebagai guru kita yang akan menuntun kita pada guru-guru se atasnya hingga Nabiyyullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk mendapati pengakuan sebagai ummatnya hingga bisa memperoleh syafa'atnya.

F. DI ALAM KUBURPUN KITA BISA REUNI BERTEMU GURU KITA

Hal ini sangat jelas di terangkan dalam beberapa kitab ulama' bahwa :
Dalam kitab Musnad Imam Ahmad ada hadits shohih yang bersumber dari Anas bin Malik rodhiyallahu anhu:

إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات، فإن كان خيراً استبشروا به، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا

“Sesungguhnya amal perbuatan kalian (yang masih hidup didunia ini) di tampilkan kepada kerabat kerabat dan keluarga kalian yang telah mati. Jika amal perbuatan kalian itu BAGUS, maka mereka turut senang dan bahagia, dan jika BURUK, mereka berkata/berdoa:”Ya Allah ya Tuhanku, jangan Engkau cabut nyawa mereka sehingga Engkau memberikan Hidayah kepada mereka seperti halnya kepada kami”.
-
Bebrapa kalangan ulama' yang di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah pernah di tanya tentang yang hidup menziarahi yang mati (ziarah kubur) itu apakah yang mati (di dalam kubur) mengetahuinya? Dan apakah yang mati mengetahui jika ada kerabatnya atau yang lain ada yang mati?

Beliau menjawab:

الحمد لله، نعم قد جاءت الآثار بتلاقيهم وتساؤلهم وعرض أعمال الأحياء على الأموات، كما روى ابن المبارك عن أبي أيوب الأنصاري قال: إذا قبضت نفس المؤمن تلقاها الرحمة من عباد الله، كما يتلقون البشير في الدنيا، فيقبلون عليه ويسألونه فيقول بعضهم لبعض: أنظروا أخاكم يستريح، فإنه كان في كرب شديد، قال: فيقبلون عليه ويسألونه: ما فعل فلان وما فعلت فلانة، هل تزوجت

Segala Puji bagi Allah, ya benar.
Telah ada sebuah Atsar yang menjelaskan tentang perjumpaan mereka dan percakapan mereka (yang baru mati dgn kerabatnya yang sudah lama mati) dan juga ditampilkan amal perbuatan yang hidup kepada yang telah mati seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Mubarok dari Abu Ayub Al Al Anshori. Beliau menuturkan:

Jika seorang mukmin meninggal dunia, maka mereka hamba hamba Allah yang beriman mendapati rahmat Allah, yaitu mereka saling bertemu satu sama lain (di alam ruh). seperti halnya manusia di dunia.
Mereka saling menyambut dan bertanya satu sama lain.

Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain:”Lihatlah saudara kalian itu… dia sekarang bisa beristirahat dari kesedihan yang sangat dari kebisingan dunia.
Mereka (yang lama mati) menyambutnya (yang baru mati) dan mereka bertanya (kepada yang baru mati): mereka bercakap-cakap dengan obrolan “apa yang dikerjakan si A sekarang didunia?
mereka babercakap-cakap dengan kalimat “bagaimana kabar si wanita itu? apakah dia sudah menikah? Wa ghoiru dzalik...

Maka, jagalah akhlaqmu pada guru, sebab kau akan tetap bertemu gurumu baik di Dunia, di alam kubur, dan juga di akhirat hingga bisa berkumpul bersama-sama di surga.

Wallaahu A'lam Bil Showaab

Monday, March 19, 2018

Rukun iman n penjelasannya

Pengertian Rukun Iman

Dari segi bahasa, iman artinya kepercayaan. Sedang jika ditilik dari istilah syara’, iman yaitu mempercayai atau meyakini dengan hati, mengucapkan lewat lidah dan mengamalkannya lewat perbuatan. Rukun sendiri artinya landasan atau dasar. Maka rukun iman yaitu landasan atau dasar kepercayaan. Di dalam agama islam ada enam rukun iman, jika kita tidak mengimani salah satu darinya maka kita bukanlah orang islam. Termaktub dalam Al-qur’an surat Annisa ayat 59:

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul Nya, dan ulil amri diantara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilkanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya." 

Selain ayat Al Quran di atas, ada pula sebuah Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada nabi.

"“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para rasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” ...Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga nabi bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, ”Allah dan rasulNya lebih mengetahui,” Dia bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”"— HR Muslim

Dari ayat dan hadits jibril tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kita mengakui sebagai orang islam, maka kita harus mempercayai semuanya, tidak dapat memeprcayai salah satunya saja. Kalau kita mengaku beriman kepada Allah maka kita juga harus percaya kepada rasul, malaikat, kitab Allah, hari  kiamat, dan takdir. Mengapa kita perlu memupuk keimanan kita tersebut? Karena hanya dengan memupuk rasa keimanan, kita dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya secara sempurna. Berikut ini 6 rukun iman yang harus kita yakini:

#1. Iman kepada Allah
Rukun iman yang paling utama dan pokok dari keimanan seseorang tentu saja iman kepada Allah. Beriman kepada Allah meliputi beberapa hal berikut ini;

Beriman kepada wujud Allah
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath Thur: 35)

Sebagai manusia tentu saja kita sadar kita adalah makhluk yang memiliki pencipta. Dari sinilah kita harus mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan kita. Kita harus meyakini keberadaan Allah meski kita tidak bisa melihat wujudNya secara langsung, namun lewat air, udara, angin dan segala hal yang Dia ciptakan kita bisa meyakini bahwa Allah ada. 

Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamiin
Selain meyakini bahwa wujud Allah itu ada, maka kita juga harus beriman bahwa Allah adalah Maha Pencipta, Pengatur, dan Penguasa alam semesta. Lebih dari semua itu Allah adalah Pemberi rezeki, kita tidak perlu takut kekurangan karena Allah akan selalu mencukupi. Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamin, disebut juga beriman kepada rububiyyah Allah.

Beriman bahwa Allah adalah Al Ilaah (Al Ma’buud bihaqq)
Istilah ini disebut juga beriman kepada uluhiyyah Allah. Maksudnya kita harus meyakini bahwa segala peribadatan yang kita lakukan hanyalah untuk Allah semata. Bahwasanya Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah. 

Beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-Nya
Selain meyakini bahwa Allah ada, dan beribadah hanya kepadaNya, kita juga harus mengimani nama dan sifat-sifat Allah yang bisa kita pelajari melalui Al Quran dan As Sunnah. Nama dan sifat-sifat Allah tentu saja istimewa dan berbeda dengan makhluk-makhluk-Nya.

#2. Iman kepada Malaikat Allah
Setelah meyakini dan mengaku beriman kepada Allah, maka rukun iman yang kedua yaitu meyakini keberadaan malaikat. Malaikat merupakan makhluk ghaib ciptaan Allah yang selalu tunduk dan patuh pada semua perintah dan laranganNya. Malaikat tidak memiliki akal dan hawa nafsu. Allah menciptakannya dari cahaya dan bentuknya tentu saja berbeda dengan manusia.
 
Salah satu bentuk perintah Allah kepada hambaNya untuk mengimani malaikat bisa kita baca di Al Quran surat Al Anbiya 19-20: 

Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.

Dari ayat tersebut kita juga harus memahami bahwa beriman kepada malaikat meliputi mengimani wujud mereka, mengimani sifat mereka dan mengimani tugas-tugas mereka.

Allah memiliki malaikat dalam jumlah yang banyak, ada 10 malaikat yang kita telah tahu nama dan tugasnya, namun di luar 10 malaikat itu kita hanya perlu meyakini bahwa mereka ada untuk menjadi tangan kanan Allah SWT.

Adapun kesepuluh malaikat yang perlu kita ketahui, yaitu;Jibril: memiliki tugas sebagai pembawa wahyu. Mikail: tugasnya adalah menurunkan hujan untuk membasahi bumi. Israfil: ketika nanti hari kiamat datang, tugasnya adalah meniup sangkakala sebagai pertanda. Izrail: malaikat ini selalu hadir untuk mencabut nyawa.  Mungkar: memiliki tugas untuk memeriksa dan menanyakan mayit di dalam qubur. Nakir: sama dengan Mungkar ia juga memiliki tugas untuk memeriksa dan menanyakan mayit di dalam qubur.  Raqib: memiliki tugas untuk mencatat amal kebaikan. Atid: memiliki tugas untuk mencatat amal keburukan. Malik: tugasnya sebagai penjaga pintu neraka. Ridwan: tugasnya sebagai penjaga pintu syurga.

#3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Firman Allah diturunkan kepada beberapa rasul dalam bentuk suhuf (lembaran-lembaran yang berisi wahyu). Oleh karenanya jika kita mengaku beriman kepada Allah, maka kita wajib mengimani kitab-kitab Allah yang berisikan firman-firmanNya. Semua kitab Allah berisikan pedoman dan petunjug bagi umat Islam agar kita tidak tersesat dalam mengarungi kehidupan di dunia dan bisa selamat meraih kehidupan akhirat. 
 
Beriman kepada kitab Allah artinya kita harus yakin bahwa kitab tersebut benar-benar diturunkan Allah dan bukan buatan manusia. Selain yakin bahwa semua kitab adalah wahyu Allah, kita juga harus membenarkan bahwa semua berita yang dibawa oleh Al Quran murni dan belum dirubah. Kita memang meyakini  bahwa Taurat pernah diturunkan kepada Nabi Musa AS,  Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS dan Injil diturunkan kepada Nabi Musa AS, namun yang paling terpenting kita harus meyakini bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah kitab Allah terakhir yang membenarkan dan melengkapi kitab-kitab sebelumnya.  
 
Setelah Al Qur’an diturunkan, maka kitab-kitab sebelumnya sudah mansukh (dihapus)  dan tidak bisa diamalkan lagi; yang diamalkan hanya Al Qur’an saja atau hukum yang dibenarkan oleh Al Qur’an saja, sebagaimana termaktub dalam surat Al Maidah: 48;
 
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu"

#4. Iman kepada Para Rosul Allah
Rasul adalah utusan Allah untuk memberi peringatan dan mengajak manusia ke jalan yang benar agar selamat dunia dan akhirat. Rasul sendiri adalah manusia-manusia pilihan yang tidak memiliki sifat rububiyyah (mencipta, mengatur dan menguasai alam semesta). Mereka tidak mengetahui yang ghaib dan tidak mampu mendatangkan manfaat atau pun menolak madharrat (bahaya). Allah Ta’ala menyuruh Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan pemimpin para rasul dan rasul yang paling tinggi kedudukannya untuk mengatakan:

“Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik manfaat bagi diriku dan tidak pula menolak madharrat kecuali yang diikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku banyak memperoleh manfaat dan sedikit pun aku tidak ditimpa madharrat. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al A’raaf: 188)

Allah memilih rasul dan nabi dari kalangan manusia tentu saja memiliki alasan yang tepat. Rasul dan nabi merupakan utusanNya untuk mengajak manusia ke dalam kebenaran, jika Allah mengutus malaikat sebagai Rasul dan nabi, bagaimana kita mampu mengikutinya? Sedangkan malaikat tidak tidur, tidak makan, tidak minum, tidak menikah. Allah memilih rasul dan nabi dari kalangan manusia tentu agar kita lebih mudah meyakini dan mengikutinya.

Seringkali kita dibuat bingung apa perbedaan rasul dan nabi. Rasul adalah orang yang mendapat wahyu dengan membawa syari’at yang baru, sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah dengan membawa syari’at rasul yang datang sebelumnya.

Beriman kepada rasul Allah meliputi; kita harus meyakini bahwa semua yang mereka sampaikan adalah firman Allah, mengimani rasul Allah harus secara keseluruhan, jika kita mengingkari salah satunya maka itu artinya kita ingkar kepada semua rasul. Kita harus mengimani semua rasul, baik yang telah diberitahukan nama-namany ataupun yang tidak kita ketahui namanya. Mengimani rasul Allah juga wajib untuk membenarkan berita mereka yang shahih, dan mengamalkan syariat rasul yang diutus kepada kita.

Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para rasul. Oleh karenanya tidak ada lagi nabi setelahnya. 

#5. Iman kepada Hari Akhir

Mengimani hari akhir artinya kita percaya bahwa hari kiamat pasti datang. Jika kita meyakini hari kiamat pasti datang di mana pada saat itu hadir maka manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar dan akan ditimbang semua amalan serta perbuatan yang telah dilakukan di dunia, masihkah kita bermalas-malasan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya? 
Jika kita sudah benar-benar yakin kiamat pasti datang, tentunya kita tidak akan punya waktu untuk melakukan hal-hal yang buruk dan mempersiapkan hal terbaik demi selamat dunia dan akhirat.

Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Anbiya 104; (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

Beriman kepada hari akhir juga meliputi bahwa kita mengimani tentang adanya Fitnah kubur, azab kubur dan nikmat kubur, Ba’ts (kebangkitan manusia), Hasyr (pengumpulan manusia), bertebarannya catatan amal, Hisab (pemeriksaan amal), Mizan (timbangan), Haudh (telaga), Shirat (jembatan), syafa’at, surga, neraka dan sebagainya. Selain itu juga kita perlu mengimani tanda-tanda hari kiamat, seperti keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, keluarnya Ya’juj-Ma’juj, dan terbitnya matahari dari barat. sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits;

“Sesungguhnya kiamat tidak akan tegak sampai kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan sebagai berikut, “Adanya Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah (binatang melata), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa putera Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, adanya tiga khasf (penenggelaman bumi) di timur, di barat, dan di jazirah Arab, dan yang terakhir dari semua itu adalah keluarnya api dari Yaman menggiring manusia ke tempat berkumpulnya.” (HR. Muslim)

#6. Iman kepada Qada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar yaitu bahwa kita harus meyakini dan percaya bahwa semua yang berlaku dalam alam ini merupakan ketentuan dan ketetapan Allah SWT. Maksudnya kita wajib untuk mengimani bahwa semua yang telah Allah takdirkan, apakah itu kejadiannya baik atau buruk maka itu semua  bersumber dari Allah SWT.  Sesuatu yang baik untuk kita belum tentu baik di mata Allah, begitu juga sesuatu yang buruk untuk kita belum tentu baik di mata Allah, karena Allah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Allah juga maha mengetahui semua  kejadian baik yang  sudah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang belum terjadi, Bahkan Allah pun mengetahui seandainya kejadian yang tidak terjadi benar-benar terjadi, maka Allah mengetahuinya bagaimana itu terjadi. 

Jika kita yakin pada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, maka kita pasti mengimani bahwa Allah selalu berbuat adil dalam qadha’ dan qadar-Nya. Semua yang ditaqdirkan-Nya pastinya mengandung hikmah yang sempurna, mungkin kita tidak mengetahuinya namun Allah mengetahui dengan pasti. Keburukan memang termasuk ke dalam ciptaan Allah, namun Allah tidaklah menciptakan keburukan jika tidak ada maslahat, keburukan dari sisi buruknya tidak bisa dinisbatkan kepada-Nya. Kita harus meyakini bahwa keburukan itu hadir sebagai bentuk keadilan, kebijaksanaan, dan sebagai rahmat/kasih-sayang-Nya.

Allah tidak pernah memaksa hamba-hambaNya, bahkan mereka memiliki hak untuk memilih. Oleh karenanya Allah telah menciptakan kemampuan dan iradah (keinginan) untuk hamba-hamba-Nya, di mana ucapan yang keluar dan perbuatan yang dilakukan sesuai kehendak mereka,
 
Manusia memiliki kehendak dan kemampuan, yang bisa membuatnya memutuskan untuk berbuat sesuatu atau tidak. Dengan kehendak dan kemampuannya, manusian juga bisa membedakan antara hal yang terjadi dengan keinginannya, seperti berjalan, dengan yang tidak diinginkannya, seperti bergemetar. Namun kehendak dan kemampuan seseorang tidak akan melahirkan ucapan atau perbuatan kecuali Allah menghendaki dan mengizinkannya terjadi. Ucapan atau perbuatan bisa jadi terwujud, namun hal tersebut tidak selalu dicintai Allah.

Beberapa ayat yang bisa membantu kita mengimani qada dan qadar, antara lain;

At Talaq: 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

At Takwir: 29
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.

Az Zumar: 62
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.

Abu Hurairah menyampaikan dalam sebuah hadits;

“Iman itu ada 70 atau 60-an cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘la ilaha illallah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu (juga) merupakan bagian dari iman.” —  HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35.

Melalui hadits tersebut bisa kita simpulkan bahwa ‘syahadat’ menunjukkan bahwa iman harus diucapkan lewat lisan. Menyingkirkan duri dari jalan menunjukkan bahwa iman harus diamalkan dengan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus diperkuat dengan keyakinan dalam hati. 

Maka jika kita mengaku sebagai orang mukmin dan muslim, maka kita wajib mengimani enam rukun iman dan melaksanakan lima rukun islam beserta syariat-syariat lainnya. Iman tidak hanya meyakini dalam hati dan mengucapkan lewat lisan, perlu adanya pembuktian lewat amalan dengan anggota badan. Tanpa adanya amalan, meskipun ada keyakinan dan ucapan, orang tersebut tidaklah akan disebut beriman.

Sifat sifat Alloh

20 Sifat Sifat Allah dan Artinya Lengkap

Sebagai umat islam, sudah tentu kita harus mempelajari tentang ilmu ketauhidan. Hal-hal yang berkaitan dengan rukun iman, rukun Islam, dan Iman dalam Islam. Selain itu juga harus mengetahui sifat-sifat Allah Ta’ala. Menurut ulama, sifat wajib Allah Ta’ala sebernarnya sangatlah banyak sebab Allah Maha Sempurna. Namun berdasarkan dalil-dalil (baik dalil naqli atau ‘aqli), sifat yang diketahui secara umum berjumlah 20 sifat.

Nah, berikut ini sifat-sifat Allah dan artinya:

Wujud = Ada

Sifat Allah Ta’ala yang pertama adalah wujud yang berarti Ada. Maksudnya Allah itu zat yang pasti ada. Dia berdiri sendiri, tidak diciptakan oleh siapapun. Dan tidak ada Tuhan selain Allah Ta’ala.

Bukti adanya Allah adalah terciptanya alam semesta dan juga makhluk hidup. Hal ini juga dijelaskan dalam ayat-ayat di Al-Quran:

“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at 1190. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. As-Sajdah: 4)

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku“. (QS. Thaha: 14)

Qidam = Terdahulu

Allah Ta’ala juga memiliki sifat Qidam yang berarti terdahulu. Dialah Sang Pencipta yang menciptakan alam semesta berserta isinya. Sebagai pencipta tentunya Allah telah ada lebih dahulu dari apapun yang diciptakannya. Tidak ada pendahulu atau permulaan bagi Allah Ta’ala.

Dalam Al-Quran dijelaskan:
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Hadid: 3)

Baqa’ = Kekal

Baqa’ berarti kekal. Maksudnya Allah itu Maha Kekal. Tidak akan punah, binasa ataupun mati. Tiada akhir bagi Allah Ta’ala. Dia akan tetap ada selamanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman: 26-27)

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNya-lah segala penentuan, dan hanya kepadaNya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Qasas: 88)

Mukholafatul Lilhawaditsi = Berbeda dengan makhluk ciptaanNya

Allah Ta’ala sudah pasti berbeda dari makhluk ciptaanNya. Dialah dzat yang Maha Sempurna dan Maha Besar. Tidak ada sesuatu pun yang menandingi atau menyerupai keagunganNya. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4)

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”. (QS. Asy-Syura: 11)

Qiyamuhu Binafsihi = Berdiri sendiri

Allah itu berdiri sendiri. Allah Ta’ala tidak bergantung pada apapun dan tidak membutuhkan bantuan siapapun.

Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.” (QS. Al-Ankabut: 6)

“Dan katakanlah segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” (QS. Al-Isra: 111)

Wahdaniyah = Esa/Tunggal

Allah itu maha Esa atau Tunggal. Maksudnya Tidak ada sekutu bagiNya . Dialah satu-satunya Tuhan pencipta alam semesta. Bukti keesakan Allah terletak dalam kalimat syahadat “Laa ilaha Illallah” yang artinya “ Tiada Tuhan selain Allah”

Dijelaskan juga dalam FirmanNya di Al-Quran:

“Katakanlah Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)

“Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Anbiya: 22)

Qudrat = Berkuasa

Qudrat berarti Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan Allah Ta’ala. Dijelaskan dalam Al-Quran:

“Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 20)

Iradat = Berkehendak

Iradat adalah sifat Allah Ta’ala yang berarti berkehendak. Maksudnya Allah itu maka menentukan segala sesuatu. Apabila Allah berkehendak maka jadilah hal itu dan tidak seorang pun mampu mencegahNya.

“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS. Hud: 107)

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.”(QS. Yasiin: 82)

‘Ilmun = Mengetahui

‘ilmun artinya mengetahui. Maksudnya Allah Ta’ala Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Baik yang tampak ataupun disembunyikan. Dalam Al-Quran dijelasakan:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16)

Hayat = Hidup

Allah Ta’ala Maha Hidup. Tidak akan prnah mati, binasa ataupun musnah. Dia kekal selama-lamanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah: 255)

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.” (QS. Al-Furqon: 58)

Sama’ = Mendengar

Allah Maha Mendengar. Baik yang diucapkan ataupun yang disembunyikan dalam hati, Allah mengetahui. Pendengaran Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu. Sebagaimana firmanNya dalam Al-Quran:

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Asy-syuro: 11)

“Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 76)

Bashar = Melihat

Bashar artinya melihat. Maksudnya Allah itu Maha Melihat segala sesuatu. Pengelihatan Allah tidak terbatas, Dia mengetahui apa-apa yang terjadi di dunia ini. Walaupun hanya sehelai daun yang jatuh.

“Dan Allah Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujarat: 18)

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 265)

Kalam = Berfirman

Allah itu berfirman. Dia bisa berbicara atau berkata-kata secara sempurna tanpa bantuan dari apapun. Terbukti dari adanya firmanNya dalam kitab-kitab yang diturunkan lewat para nabi. Salah satu Nabi yang pernah berbicara langsung dengan Allah Ta’ala adalah Nabi Musa ‘alaihissalam. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran:

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.”  (QS. Al-A’raf: 143)

“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya, dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa Allah ‘telah berfirman secara langsung.” (QS. An-Nisa’: 164)

Qadiran = Berkuasa

Qadiran berarti berkuasa. Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

“Hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali sinaran itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 20)

Muridan = Berkehendak

Allah Maha Berkendak atas segala sesuatu. Bila Allah sudah menakdirkan suatu perkara maka tidak ada yang bisa menolak kehendakNya. Dalam Al-Qran dijelaskan:

“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS.Hud: 107)

‘Aliman = Mengetahui

Allah Maha mengetahui segala sesuatu, baik yang ditampakkan ataupun disembunyikan. Tidak ada yang bisa menandangi pengetahuan Allah yang Maha Esa.

Hayyan = Hidup

Hayyan berarti hidup. Allah Maha hidup. Tidak mungkin bagi Allah Ta’ala untuk binasa. Dia selalu mengawasi hamba-hambaNya, tidak pernah lengah ataupun tidur.

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup, yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Furqon: 58)

Sami’an = Mendengar

Sami’an juga berarti mendengar. Allah itu Maha pendengar. Tidak ada yang terlewatkan bagi Allah dan tidak ada pula yang melampui pendengaranNya.

Bashiran = Melihat

Bashiran juga berarti melihat. Pengelihatan Allah meliputi segala hal, baik yang diterlihat ataupun yang disembunyikan.

Mutakalliman = Berfirman atau Berkata-kata

Sama halnya dengan kalam, mutakalliman juga berarti Allah itu berfirman. Firman Allah terwujud dalam kitab-kitab suci yang diturunkanNya lewat para nabi. Firman Allah begitu sempurna dan tidak ada yang menandingi.

Demikianlah penjelasan tentang sifat-sifat Allah dan artinya.Anda juga bisa mempelajari sifat mustahil bagi Allah dan artinya.

Semoga dengan mengetahui tentang sifa-sifat Allah dan 99 asmaul husnabisa menjadi cara meningkatkan iman dan taqwa. Selain itu kita juga wajib mengamalkan Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan dan Hubungan Akhlak dengan Iman sebagai bentuk cara bersyukur menurut islam. Amin ya Rabbal Alamin.

Sunday, January 7, 2018

RUGINYA ORANG BERSELISIH

1. Kalau berselisih dengan pelanggan... walaupun kita menang... Pelanggan tetap akan lari...
2. Kalau berselisih dengan rekan sekerja... Walaupun kita menang... Tiada lagi semangat bekerja dalam tim...
3. Kalau berselisih dengan boss... Walaupun kita menang... Tiada lagi masa depan di tempat itu...
4. Kalau berselisih dengan keluarga... Walaupun kita menang... Hubungan kekeluargaan akan renggang...
5. Kalau berselisih dengan teman... Walaupun kita menang... Yang pasti kita akan kekurangan teman...
6. Kalau berselisih dengan pasangan... Walaupun kita menang... Perasaan sayang pasti akan berkurang...
7. Kalau berselisih dengan siapapun... Walaupun kita menang... Pada prinsipnya kita kalah...
Yang menang, hanya EGO DIRI SENDIRI Yang tinggi dan naik adalah EMOSI......
Yang jatuh adalah CITRA dan JATI DIRI KITA SENDIRI.....
Tidak ada artinya kita menang dalam perselisihan...

Apabila menerima teguran, tidak usah terus melenting atau berkelit, bersyukurlah, masih ada yang mau menegur kesalahan kita... Berarti masih ada orang yang memperhatikan kita...

Jaga selalu kekompakan dalam kebersamaan... Jaga lisan, perbuatan dan tulisan agar tidak ada hati yang tersakiti.

Semoga kita semua selalu dapat menjaga Ego dan Emosi, Dan selalu menjadi manusia yang pandai bersyukur...
"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun,
"Karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percaya itu."
"Teruslah melangkah selama engkau berada di jalan yang baik, meski terkadang kebaikan tidak selamanya dihargai.
"Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi siapa yang mau berbuat baik.
"Jika datang kepadamu gangguan, jangan berpikir bagaimana cara membalas dengan yang lebih pedih, tapi berpikirlah bagaimana cara membalas dengan yang lebih baik.
"Sibukkan diri dalam kebaikan. Hingga keburukan lelah mengikutimu.

Thursday, November 16, 2017

MAKNA BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR

Mengapa Allah Azza wa Jalla menyebut Negeri Saba’ sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Karena dalam bahasa ia berarti “Negeri yang baik dengan Rabb Yang Maha Pengampun”. Meski istilah singkat namun maknanya padat, dan dapat mewakili semua kebaikan yang dulunya ada pada Negeri Saba’ tersebut, karena “negeri yang baik” bisa mencakup seluruh kebaikan alamnya, dan “Rabb Yang Maha Pengampun” bisa mencakup seluruh kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Rabb alam semesta.

BALDATUN THAYYIBATUN “Maknanya (baldatun thayyibatun) ialah: ini negeri yang baik, karena banyaknya pohon-pohon, dan bagus buah-buahannya”.

WA RABBUN GHOFUR MENURUT AHLI TAFSIR
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “wa rabbun ghafur”, ia mengatakan: “Maknanya, Rabb kalian adalah Rabb yang Maha Mengampuni dosa-dosa, jika kalian mensyukuri rizki pemberian-Nya”.

“Yakni (Rabb kalian) adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian terus-menerus dalam mentauhidkan-Nya”.

Negeri Saba’ merupakan negeri yang alamnya baik dan penduduknya shalih, sehingga mereka menerima kenikmatan sangat luar biasa tersebut. Namun karena akhirnya perilaku mereka itu berubah dan luntur, maka turunlah azab atas mereka yang menghapuskan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya mereka terima. Ini merupakan pelajaran sangat berharga bagi umat manusia setelahnya, dan merupakan petunjuk nyata dari firman Allah: Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) untuk kalian. Namun bila kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sungguh azabku sangat berat. Ibrahim/14:7.

Dari nukilan tersebut kita juga dapat mengambil kesimpulan, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur adalah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Secara lebih luas, ialah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat, wallâhu a’lam.

HAKIKAT DAN CIRI-CIRINYA
Hakikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur merupakan keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia. Yaitu sebuah negeri yang memiliki gambaran sebagai berikut.

• Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya.
• Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur.
• Negeri yang seimbang antara kebaikan jasmani dan rohani penduduknya.
• Negeri yang aman dari musuh, baik dari dalam maupun dari luar.
• Negeri yang maju, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu dunianya.
• Negeri dengan penguasa yang adil dan shalih, dan penduduk yang hormat dan patuh.
• Negeri yang di dalamnya terjalin hubungan yang harmonis antara pemimpin dan masyarakatnya, yaitu dengan terwujudnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Namun, terbentuknya keadaan negeri “impian” ini tidak semudah membalik tangan. Karena negeri “impian” ini merupakan sesuatu yang istimewa, tentu memerlukan perjuangan dan usaha keras dalam mewujudkannya. Bahkan perjuangan dan usaha keras saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi pula dengan bimbingan yang jelas dari Allah, dikarenakan beberapa hal berikut.
1. Meski manusia mengetahui maslahat dunia, terutama yang berhubungan dengan sisi jasmani, tetapi pengetahuan itu hanya sebagiannya saja. Sehingga masih ada banyak hal tentang maslahat dunia yang tidak diketahui manusia, terutama yang berhubungan dengan sisi rohani.
2. Seringkali akal manusia terkecoh ketika menilai sebuah maslahat, sehingga seringkali suatu yang membahayakan dianggap sebagai bermanfaat, dikarenakan keterbatasan kemampuan akal manusia.
3. Akal manusia tidak akan mampu mengetahui maslahat yang berhubungan dengan akhirat, padahal kehidupan akhirat merupakan tujuan utama dan target akhir, bahkan masanya akan selama-lamanya.

Dari sini kita bisa mengerti arti penting syariat agama bagi kehidupan manusia, baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan telah terbukti dalam sejarah kehidupan manusia, bahwa mayoritas negara-negara yang kuat kekuasaannya dan luas wilayahnya itu asal-muasalnya dari agama.

Sesungguhnya negara-negara yang luas wilayahnya dan kuat kekuasaannya, itu asal-usulnya dari agama, baik agama yang bertolak dari kenabian, maupun agama yang bertolak dari ajakan kepada yang haq. Alasannya, kekuasaan hanya bisa didapat melalui penaklukan, dan penaklukan hanya terjadi akibat fanatisme dan kesamaan tujuan. Padahal hati manusia tidak dapat disatukan dan disamakan kecuali dengan pertolongan Allah dalam rangka menegakkan agama-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Andaiengkau mengerahkan seluruh kekayaan yang ada di bumi, niscaya engkau takkan dapat menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang menyatukan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. –al-Anfal ayat 63- Rahasia (dari hal ini) ialah, karena bila hati manusia saling berhasrat dengan suatu kebatilan dan condong kepada dunia, maka selanjutnya akan terjadi persaingan dan perselisihan yang meluas. Namun jika hati tersebut diarahkan untuk membela kebenaran, mengesampingkan dunia, menolak kebatilan, dan menghadap kepada Allah, maka ia akan bersatu. Dengan begitu, persaingan akan hilang dan akan sedikit perselisihan. Kerjasama dan tolong-menolong menjadi membaik, dan pengaruh kekuasaan semakin meluas, sehingga negara pun menjadi besar.
Oleh karena itu, untuk mencapai negeri dengan predikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, disamping harus memperhatikan faktor yang menjadi penyebab kebaikan sebuah negeri dipandang dari sisi dunia, juga harus memperhatikan jika dipandang dari sisi agama. Sisi inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia.